Pendidikan Karakter adalah suatu konsep dasar yang diterapkan ke dalam pemikiran seseorang
untuk menjadikan akhlak jasmani rohani maupun budi pekerti agar lebih
berarti dari sebelumnya sehingga dapat mengurangi krisis moral yang
menerpa negeri ini. Menurut para ahli pengertian pendidikan karakter
haruslah diterapakan ke dalam pikiran seseorang sejak usia dini, remaja
bahkan dewasa, sehingga dapat membentuk karakter seseorang menjadi
lebih bernilai dan bermoral. Dan saya pun setuju dengan hal itu,
bagaimana tidak ? Dahulu bangsa ini terkenal dengan budaya yang ramah
tamah, kejujuran, dan kesopanan. Lihatlah fakta yang terjadi saat ini,
bangsa ini kian hari kian brutal dan arogan, korupsi merajarela,
kehidupan berangsur-angsur mengkiblat ke gaya barat, narkoba dan
lain-lain.
Pendidikan karakter bukan
hanya sekadar menanamkan mana yang benar dan salah. Pendidikan karakter merupakan
usaha menanamkan kebiasaan-kebiasaan yang baik (habituation). Sehingga peserta
didik mampu bersikap dan bertindak berdasarkan nilai-nilai yang telah menjadi
kepribadiannya, harus melibatkan pengetahuan yang baik (moral knowing),
perasaan yang baik atau loving good (moral feeling) dan perilaku yang baik
(moral action), sehingga terbentuk perwujudan kesatuan perilaku dan sikap hidup
peserta didik.
Faktor Pendidikan Karakter
Faktor lingkungan dalam konteks pendidikan karakter
memiliki peran yang sangat peting karena perubahan perilaku peserta
didik sebagai hasil dari proses pendidikan karakter sangat ditentunkan
oleh faktor lingkungan ini. Dengan kata lain pembentukan dan rekayasa
lingkungan yang mencakup diantaranya lingkungan fisik dan budaya
sekolah, manajemen sekolah, kurikulum, pendidik, dan metode mengajar.
Pembentukan karakter melalui rekasyasa faktor lingkungan dapat dilakukan
melalui strategi :
- Keteladanan
- Intervensi
- Pembiasaan yang dilakukan secara Konsisten
- Penguatan.
Dengan kata lain perkembangan dan pembentukan karakter memerlukan
pengembangan keteladanan yang ditularkan, intervensi melalui proses pembelajaran,
pelatihan, pembiasaan terus-menerus dalam jangka panjang yang dilakukan
secara konsisten dan penguatan serta harus dibarengi dengan nilai-nilai
luhur
Faktor lain yang mendukung pendidikan karakter anak adalah guru,
guru tentunya harus tahu tujuannya sebagai guru, bukan alasan utama
untuk menjadi profesi guru untuk mencari nafkah demi keluarganya saja,
tetaplah berpedoman bahwa seorang guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa,
bukan pahlawan dengan banyak tanda jasa. Guru memiliki tanggung jawab
untuk membentuk hubungan yang baik dengan para siswa dan orang tua. Guru
juga harus mampu berkomunikasi secara efektif dengan kedua orang tua
dan siswa dalam rangka untuk memastikan bahwa tidak ada kesalahpahaman
atau katidaktahuan tentang pendidikan anak-anak. Seorang guru yang baik
menyadari setiap kebutuhan khusus untuk membantu siswa menyesuaikan
diri dengan kurikulum yang sesuai. Dan sudah pasti, diperlukan kesabaran
ekstra bagi seorang guru dalam berhadapan dengan para siswa. Jadi
haruslah ada keterkaitan faktor-faktor tersebut agar terjalin
kesinambungan pendidikan yang baik bahkan mencapai ke tingkat
kesempurnaan.
Inilah 13 nilai-nilai yang dikembangkan pada pendidikan karakter bangsa dan
cara menanamkan nilai tersebut pada anak usia dini.
1.
Nilai religius yaitu sikap dan perilaku yang
patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap
pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain.
Cara menanamkannya yaitu guru bisa membiasakan anak
untuk berdoa sebelum dan sesudah melaksanakan kegiatan. Membiasakan anak untuk
selalu bersyukur dengan apa yang telah dimilikinya.
2.
Nilai jujur yaitu perilaku yang didasarkan
pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam
perkataan, tindakan, dan pekerjaan.
Cara menanamkannya yaitu dengan melalui kegiatan
kesehariannya dan sebagai suatu kebiasaan dengan menghargai milik orang lain
dan dapat membedakan milik pribadi dan orang lain. Misalnya membiasakannya
meminta izin ketika meminjam mainan temannya kemudian mengembalikannya dan
selalu mengucapkan terimakasih dan bisa juga dengan memberikan cerita pada anak
kemudian berdiskusi terkait nilai-nilai yang terkandung dalam cerita tersebut.
3. Nilai toleransi yaitu sikap dan tindakan yang
menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang
lain yang berbeda dari dirinya.
Cara menanamkannnya
yaitu melalui kegiatan permainan kooperatif, permainan kooperatif atau bermain
berkelompok dapat melatih kerjasama pada anak dan dapat melatih kepemimpinan
pada anak.
4.
Disiplin yaitu tindakan yang menunjukkan
perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.
Cara menanamkannya yaitu bisa melalui pembiasaan
pada anak untuk membereskan dan mengembalikan mainannya ditempat semula. Dengan
begitu anak dibiasakan hidup tertib dan teratur serta bertanggung jawab dengan
kegiatan yang telah dilakukannya.
5.
Nilai kerja yaitu keras perilaku yang
menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan
tugas, serta menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya.
Cara menanamkannya yaitu dengan guru mengajak anak
jalan-jalan disekitar sekolah dengan jarak yang tidak terlalu dekat dan tidak
terlalu jauh. Kemampuan untuk menempuh jarak tersebut dapat mengembangkan
semangat anak untuk mencapai suatu tujuan. Guru pun juga harus memberikan
dukungan dan pujian pada anak agar semangat anak tetap terjaga.
6.
Nilai mandiri yaitu sikap dan perilaku yang
tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.
Cara menanamkannya yaitu dengan membiasakan anak
untuk tidak ditunggui orangtua atau pengasuhnya ketika disekolah.
7.
Nilai demokratis yaitu cara berfikir,
bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang
lain.
Cara menanamkannya bisa dengan menghargai perbedaan
yang terjadi dan pelan-pelan diarahkan pada pertanggungjawaban yang benar dan
sesuai dengan nalar. Guru membiarkan kreativitas dan imajinasi anak berkembang
kemudian guru memberikan pujian serta anak diminta untuk menjelaskan apa yang
sedang dilakukannya sehingga guru dapat
memahami cara berpikir anak.
8. Nilai rasa ingin tahu yaitu sikap dan tindakan yang
selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang
dipelajarinya, dilihat, dan didengar
Cara menanamkan sifat
kritis pada anak dengan cara mengajak anak meneliti sesuatu yang ada
disekitarnya kemudian berdiskusi sederhana tentang apa yang sudah diteliti.
9. Nilai semangat kebangsaan yaitu cara berpikir,
bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di
atas kepentingan diri dan kelompoknya.
Cara menanamkannya
pada anak bisa melalui karnaval dengan anak memakai kostum adat dari berbagai
daerah di Indonesia.
10. Nilai cinta tanah air
yaitu cara berfikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan,
kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik,
sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa.
11. Nilai peduli
lingkungan yaitu sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan
pada lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk
memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi.
Cara menanamkan rasa peduli lingkungan yaitu dengan
cara mengajak anak untuk berkebun dan mengajari mereka untuk merawat tanaman
yang ada disekitar sekolah. Mengajak anak menjaga dan memlihara tanaman
merupakan awal untu mencintai lingkungan alam yang ada disekitarnya.
12. Nilai peduli sosial yaitu sikap dan tindakan yang
selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.
Cara menanamkannya
adalah dengan mengajak anak untuk berbagi dengan teman ketika makan bersama,
membantu teman yang membutuhkan.
13. Nilai tanggung-jawab
yaitu sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya,
yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan
(alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa.
Cara menanamkan pada
anak usia dini bisa melalui permainan atau tugas-tugas menggunakan alat.
Menjaga agar alat yang dipakai tidak rusak, berani melaporkannya pada guru
adalah sebuah proses pembentukan sikap dan perilaku bertanggung jawab.
Terbentuknya karakter
memerlukan proses yang relatif lama dan terus menerus. Oleh karena itu, sejak
dini harus ditanamkan pendidikan karakter pada anak. Pembiasaan juga dapat
membentuk karakter karena pembiasaan diarahkan pada upaya pembudayaan pada
aktivitas tertentu sehingga menjadi aktivitas yang terpola dan tersistem. Guru
yang memiliki arti dipercaya dan ditiru juga memiliki andil besar terhadap
pendidikan karakter pada anak. Oleh karena itu penampilan dan sifat-sifat guru
harus bisa menjadi teladan siswa-siswanya kearah pembentukan karakter yang
kuat.
Pendidikan pada masa kanak-kanak
adalah pendidikan yang paling efektif. Pada anak usia dini pembentukan karakter
yang kuat sangatlah penting karena dasar anak bisa belajar membedakan mana yang
baik dan yang buruk. Dimulainya pendidikan karakter pada usia dini diharapkan
dapat membentuk insan yang berkarakter kuat dan cerdas sehingga mampu menjadi
manusia yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung
jawab. Maka dari itu diharapkan pendidikan sekarang menekankan pada pembentukan
manusia yang berbudi pekerti luhur dan berakhlak mulia dan semua itu perlu
dilakukan secara konkrit sejak dini.
Daftar Pustaka
M.
Furqon Hidayatullah (2009). Guru Sejati
Membangun Insan Berkarakter Kuat dan Cerdas. Surakarta:Yuma Pustaka.
Moh. Uzer Usman (2000). Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.
Pendidikan karakter pada intinya bertujuan membentuk bangsa yang tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, bermoral, bertoleran, bergotong royong, berjiwa patriotik, berkembang dinamis, berorientasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang semuanya dijiwai oleh iman dan takwa kepada Tuhan yang Maha Esa berdasarkan Pancasila.
Pendidikan karakter berfungsi untuk:
Dalam rangka lebih memperkuat pelaksanaan pendidikan karakter telah teridentifikasi 18 nilai yang bersumber dari agama, Pancasila, budaya, dan tujuan pendidikan nasional, yaitu:
Meskipun telah terdapat 18 nilai pembentuk karakter bangsa, namun satuan pendidikan dapat menentukan prioritas pengembangannya dengan cara melanjutkan nilai prakondisi yang diperkuat dengan beberapa nilai yang diprioritaskan dari 18 nilai di atas. Dalam implementasinya jumlah dan jenis karakter yang dipilih tentu akan dapat berbeda antara satu daerah atau sekolah yang satu dengan yang lain. Hal itu tergantung pada kepentingan dan kondisi satuan pendidikan masing-masing. Di antara berbagai nilai yang dikembangkan, dalam pelaksanaannya dapat dimulai dari nilai yang esensial, sederhana, dan mudah dilaksanakan sesuai dengan kondisi masing-masing sekolah/wilayah, yakni bersih, rapih, nyaman, disiplin, sopan dan santun.
Pendidikan yang diterapkan di sekolah-sekolah juga menuntut untuk memaksimalkan kecakapan dan kemampuan kognitif. Dengan pemahaman seperti itu, sebenarnya ada hal lain dari anak yang tak kalah penting yang tanpa kita sadari telah terabaikan.Yaitu memberikan pendidikan karakterb pada anak didik. Pendidikan karakter penting artinya sebagai penyeimbang kecakapan kognitif. Beberapa kenyataan yang sering kita jumpai bersama, seorang pengusaha kaya raya justru tidak dermawan, seorang politikus malah tidak peduli pada tetangganya yang kelaparan, atau seorang guru justru tidak prihatin melihat anak-anak jalanan yang tidak mendapatkan kesempatan belajar di sekolah. Itu adalah bukti tidak adanya keseimbangan antara pendidikan kognitif dan pendidikan karakter.
Ada sebuah kata bijak mengatakan “ ilmu tanpa agama buta, dan agama tanpa ilmu adalah lumpuh”. Sama juga artinya bahwa pendidikan kognitif tanpa pendidikan karakter adalah buta. Hasilnya, karena buta tidak bisa berjalan, berjalan pun dengan asal nabrak. Kalaupun berjalan dengan menggunakan tongkat tetap akan berjalan dengan lambat. Sebaliknya, pengetahuan karakter tanpa pengetahuan kognitif, maka akan lumpuh sehingga mudah disetir, dimanfaatkan dan dikendalikan orang lain. Untuk itu, penting artinya untuk tidak mengabaikan pendidikan karakter anak didik.
Pendidikan karakter adalah pendidikan yang menekankan pada pembentukan nilai-nilai karakterpada anak didik. Saya mengutip empat ciri dasar pendidikan karakter yang dirumuskan oleh seorang pencetus pendidikan karakter dari Jerman yang bernama FW Foerster:
Penelitian ini mengungkapkan, kesuksesan hanya ditentukan sekitar 20 persen hard skill dan sisanya 80 persen oleh soft skill. Dan, kecakapan soft skill ini terbentuk melalui pelaksanaan pendidikan karater pada anak didik. Berpijak pada empat ciri dasar pendidikan karakter di atas, kita bisa menerapkannya dalam polapendidikan yang diberikan pada anak didik. Misalanya, memberikan pemahaman sampai mendiskusikan tentang hal yang baik dan buruk, memberikan kesempatan dan peluang untuk mengembangkan dan mengeksplorasi potensi dirinya serta memberikan apresiasi atas potensi yang dimilikinya, menghormati keputusan dan mensupport anak dalam mengambil keputusan terhadap dirinya, menanamkan pada anakdidik akan arti keajekan dan bertanggungjawab dan berkomitmen atas pilihannya. Kalau menurut saya, sebenarnya yang terpenting bukan pilihannnya, namun kemampuan memilih kita dan pertanggungjawaban kita terhadap pilihan kita tersebut, yakni dengan cara berkomitmen pada pilihan tersebut.
Pendidikan karakter hendaknya dirumuskan dalam kurikulum, diterapkan metode pendidikan, dan dipraktekkan dalam pembelajaran. Selain itu, di lingkungan keluarga dan masyarakat sekitar juga sebaiknya diterapkan pola pendidikan karakter. Dengan begitu, generasi-generasi Indonesia nan unggul akan dilahirkan dari sistem pendidikan karakter.
Proses Pembentukan Karakter Kepada Anak
Suatu hari seorang anak laki-laki sedang memperhatikan sebuah kepompong, eh ternyata di dalamnya ada kupu-kupu yang sedang berjuang untuk melepaskan diri dari dalam kepompong. Kelihatannya begitu sulitnya, kemudian si anak laki-laki tersebut merasa kasihan pada kupu-kupu itu dan berpikir cara untuk membantu si kupu-kupu agar bisa keluar dengan mudah. Akhirnya si anak laki-laki tadi menemukan ide dan segera mengambil gunting dan membantu memotong kepompong agar kupu-kupu bisa segera keluar dr sana. Alangkah senang dan leganya si anak laki laki tersebut.Tetapi apa yang terjadi? Si kupu-kupu memang bisa keluar dari sana. Tetapi kupu-kupu tersebut tidak dapat terbang, hanya dapat merayap. Apa sebabnya?
Ternyata bagi seekor kupu-kupu yang sedang berjuang dari kepompongnya tersebut, yang mana pada saat dia mengerahkan seluruh tenaganya, ada suatu cairan didalam tubuhnya yang mengalir dengan kuat ke seluruh tubuhnya yang membuat sayapnya bisa mengembang sehingga ia dapat terbang, tetapi karena tidak ada lagi perjuangan tersebut maka sayapnya tidak dapat mengembang sehingga jadilah ia seekor kupu-kupu yang hanya dapat merayap. Itulah potret singkat tentang pembentukan karakter, akan terasa jelas dengan memahami contoh kupu-kupu tersebut. Seringkali orangtua dan guru, lupa akan hal ini. Bisa saja mereka tidak mau repot, atau kasihan pada anak. Kadangkala Good Intention atau niat baik kita belum tentu menghasilkan sesuatu yang baik. Sama seperti pada saat kita mengajar anak kita. Kadangkala kita sering membantu mereka karena kasihan atau rasa sayang, tapi sebenarnya malah membuat mereka tidak mandiri. Membuat potensi dalam dirinya tidak berkembang. Memandukan kreativitasnya, karena kita tidak tega melihat mereka mengalami kesulitan, yang sebenarnya jika mereka berhasil melewatinya justru menjadi kuat dan berkarakter.
Sama halnya bagi pembentukan karakter seorang anak, memang butuh waktu dan komitmen dari orangtua dan sekolah atau guru untuk mendidik anak menjadi pribadi yang berkarakter. Butuh upaya, waktu dan cinta dari lingkungan yang merupakan tempat dia bertumbuh, cinta disini jangan disalah artikan memanjakan. Jika kita taat dengan proses ini maka dampaknya bukan ke anak kita, kepada kitapun berdampak positif, paling tidak karakter sabar, toleransi, mampu memahami masalah dari sudut pandang yang berbeda, disiplin dan memiliki integritas terpancar di diri kita sebagai orangtua ataupun guru. Hebatnya, proses ini mengerjakan pekerjaan baik bagi orangtua, guru dan anak jika kita komitmen pada proses pembentukan karakter. Segala sesuatu butuh proses, mau jadi jelek pun butuh proses. Anak yang nakal itu juga anak yang disiplin.Dia disiplin untuk bersikap nakal. Dia tidak mau mandi tepat waktu, bangun pagi selalu telat, selalu konsisten untuk tidak mengerjakan tugas dan wajib tidak menggunakan seragam lengkap.
Karakter suatu bangsa merupakan aspek penting yang mempengaruhi pada perkembangan sosial-ekonomi. Kualitas karakter yang tinggi dari masyarakat tentunya akan menumbuhkan keinginan yang kuat untuk meningkatkan kualitas bangsa. Pengembangan karakter yang terbaik adalah jika dimulai sejak usia dini. Sebuah ungkapan yang dipercaya secara luas menyatakan “ jika kita gagal menjadi orang baik di usia dini, di usia dewasa kita akan menjadi orang yang bermasalah atau orang jahat”.
Thomas Lickona mengatakan “ seorang anak hanyalah wadah di mana seorang dewasa yang bertanggung jawab dapat diciptakan”. Karenanya, mempersiapkan anak adalah sebuah strategi investasi manusia yang sangat tepat. Sebuah ungkapan terkenal mengungkapkan “Anak-anak berjumlah hanya sekitar 25% dari total populasi, tapi menentukan 100% dari masa depan”. Sudah terbukti bahwa periode yang paling efektif untuk membentuk karakter anak adalah sebelum usia 10 tahun. Diharapkan pembentukan karakter pada periode ini akan memiliki dampak yang akan bertahan lama terhadap pembentukan moral anak.
Efek berkelanjutan (multilier effect) dari pembentukan karakter positif anak akan dapat terlihat, seperti yang digambarkan oleh Jan Wallander, “Kemampuan sosial dan emosi pada masa anak-anak akan mengurangi perilaku yang beresiko, seperti konsumsi alkohol yang merupakan salah satu penyebab utama masalah kesehatan sepanjang masa; perkembangan emosi dan sosial pada anak-anak juga dapat meningkatkan kesehatan manusia selama hidupnya, misalnya reaksi terhadap tekanan yang akan berdampak langsung pada proses penyakit; kemampuan emosi dan sosial yang tinggi pada orang dewasa yang memiliki penyakit dapat membantu meningkatkan perkembangan fisiknya.”
Sangatlah wajar jika kita mengharapkan keluarga sebagai pelaku utama dalam mendidik dasar–dasar moral pada anak. Akan tetapi banyak anak, terutama anak-anak yang tinggal di daerah miskin, tidak memperoleh pendidikan moral dari orang tua mereka.
Kondisi sosial-ekonomi yang rendah berkaitan dengan berbagai permasalahan, seperti kemiskinan, pengangguran, tingkat pendidikan rendah, kehidupan bersosial yang rendah, biasanya berkaitan juga dengan tingkat stres yang tinggi dan lebih jauh lagi berpengaruh terhadap pola asuhnya. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa anak-anak yang tinggal di daerah miskin 11 kali lebih tinggi dalam menerima perilaku negatif (seperti kekerasan fisik dan mental, dan ditelantarkan) daripada anak-anak dari keluarga yang berpendapatan lebih tinggi.
Banyak hasil studi menunjukkan bahwa anak-anak yang telah mendapat pendidikan pra-sekolah mempunyai kemampuan yang lebih tinggi daripada anak-anak yang tidak masuk ke TK, terutama dalam kemampuan akademik, kreativitas, inisiatif, motivasi, dan kemampuan sosialnya. Anak-anak yang tidak mampu masuk ke TK umumnya akan mendaftar ke SD dalam usia sangat muda, yaitu 5 tahun. Hal ini akan membahayakan, karena mereka belum siap secara mental dan psikologis, sehingga dapat membuat mereka merasa tidak mampu, rendah diri, dan dapat membunuh kecintaan mereka untuk belajar. Dengan demikian sebuah program penanganan masalah ini dibutuhkan untuk mempersiapkan anak dengan berbagai pengalaman penting dalam pendidikan prasekolah. Adalah hal yang sangat penting untuk menggerakkan masyarakat di daerah miskin untuk mulai memasukkan anaknya ke prasekolah dan mengembangkan lingkungan bersahabat dengan TK lainnya untuk bersama-sama melakukan pendidikan karakter.
Dorothy Law Nolte pernah menyatakan bahwa anak belajar dari kehidupan lingkungannya. Lengkapnya adalah :
Tujuan, Fungsi dan Media Pendidikan karakter
Pendidikan karakter pada intinya bertujuan membentuk bangsa yang tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, bermoral, bertoleran, bergotong royong, berjiwa patriotik, berkembang dinamis, berorientasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang semuanya dijiwai oleh iman dan takwa kepada Tuhan yang Maha Esa berdasarkan Pancasila.
Pendidikan karakter berfungsi untuk:
- mengembangkan potensi dasar agar berhati baik, berpikiran baik, dan berperilaku baik
- memperkuat dan membangun perilaku bangsa yang multikultur
- meningkatkan peradaban bangsa yang kompetitif dalam pergaulan dunia.
Pendidikan karakter dilakukan melalui berbagai media yang mencakup keluarga, satuan pendidikan, masyarakat sipil, masyarakat politik, pemerintah, dunia usaha, dan media massa.
- Nilai-nilai Pembentuk Karakter
Dalam rangka lebih memperkuat pelaksanaan pendidikan karakter telah teridentifikasi 18 nilai yang bersumber dari agama, Pancasila, budaya, dan tujuan pendidikan nasional, yaitu:
- Jujur
- Toleransi
- Disiplin
- Kerja keras
- Kreatif
- Mandiri
- Demokratis
- Rasa Ingin Tahu
- Semangat Kebangsaan
- Cinta Tanah Air
- Menghargai Prestasi
- Bersahabat/Komunikatif
- Cinta Damai
- Gemar Membaca
- Peduli Lingkungan
- Peduli Sosial
- Tanggung Jawab
- religius
Meskipun telah terdapat 18 nilai pembentuk karakter bangsa, namun satuan pendidikan dapat menentukan prioritas pengembangannya dengan cara melanjutkan nilai prakondisi yang diperkuat dengan beberapa nilai yang diprioritaskan dari 18 nilai di atas. Dalam implementasinya jumlah dan jenis karakter yang dipilih tentu akan dapat berbeda antara satu daerah atau sekolah yang satu dengan yang lain. Hal itu tergantung pada kepentingan dan kondisi satuan pendidikan masing-masing. Di antara berbagai nilai yang dikembangkan, dalam pelaksanaannya dapat dimulai dari nilai yang esensial, sederhana, dan mudah dilaksanakan sesuai dengan kondisi masing-masing sekolah/wilayah, yakni bersih, rapih, nyaman, disiplin, sopan dan santun.
Pendidikan yang diterapkan di sekolah-sekolah juga menuntut untuk memaksimalkan kecakapan dan kemampuan kognitif. Dengan pemahaman seperti itu, sebenarnya ada hal lain dari anak yang tak kalah penting yang tanpa kita sadari telah terabaikan.Yaitu memberikan pendidikan karakterb pada anak didik. Pendidikan karakter penting artinya sebagai penyeimbang kecakapan kognitif. Beberapa kenyataan yang sering kita jumpai bersama, seorang pengusaha kaya raya justru tidak dermawan, seorang politikus malah tidak peduli pada tetangganya yang kelaparan, atau seorang guru justru tidak prihatin melihat anak-anak jalanan yang tidak mendapatkan kesempatan belajar di sekolah. Itu adalah bukti tidak adanya keseimbangan antara pendidikan kognitif dan pendidikan karakter.
Ada sebuah kata bijak mengatakan “ ilmu tanpa agama buta, dan agama tanpa ilmu adalah lumpuh”. Sama juga artinya bahwa pendidikan kognitif tanpa pendidikan karakter adalah buta. Hasilnya, karena buta tidak bisa berjalan, berjalan pun dengan asal nabrak. Kalaupun berjalan dengan menggunakan tongkat tetap akan berjalan dengan lambat. Sebaliknya, pengetahuan karakter tanpa pengetahuan kognitif, maka akan lumpuh sehingga mudah disetir, dimanfaatkan dan dikendalikan orang lain. Untuk itu, penting artinya untuk tidak mengabaikan pendidikan karakter anak didik.
Pendidikan karakter adalah pendidikan yang menekankan pada pembentukan nilai-nilai karakterpada anak didik. Saya mengutip empat ciri dasar pendidikan karakter yang dirumuskan oleh seorang pencetus pendidikan karakter dari Jerman yang bernama FW Foerster:
- Pendidikan karakter menekankan setiap tindakan berpedoman terhadap nilai normatif. Anak didik menghormati norma-norma yang ada dan berpedoman pada norma tersebut.
- Adanya koherensi atau membangun rasa percaya diri dan keberanian, dengan begitu anak didik akan menjadi pribadi yang teguh pendirian dan tidak mudah terombang-ambing dan tidak takut resiko setiap kali menghadapi situasi baru.
- Adanya otonomi, yaitu anak didik menghayati dan mengamalkan aturan dari luar sampai menjadi nilai-nilai bagi pribadinya. Dengan begitu, anak didik mampu mengambil keputusan mandiri tanpa dipengaruhi oleh desakan dari pihak luar.
- Keteguhan dan kesetiaan. Keteguhan adalah daya tahan anak didik dalam mewujudkan apa yang dipandang baik. Dan kesetiaan marupakan dasar penghormatan atas komitmen yang dipilih.
Penelitian ini mengungkapkan, kesuksesan hanya ditentukan sekitar 20 persen hard skill dan sisanya 80 persen oleh soft skill. Dan, kecakapan soft skill ini terbentuk melalui pelaksanaan pendidikan karater pada anak didik. Berpijak pada empat ciri dasar pendidikan karakter di atas, kita bisa menerapkannya dalam polapendidikan yang diberikan pada anak didik. Misalanya, memberikan pemahaman sampai mendiskusikan tentang hal yang baik dan buruk, memberikan kesempatan dan peluang untuk mengembangkan dan mengeksplorasi potensi dirinya serta memberikan apresiasi atas potensi yang dimilikinya, menghormati keputusan dan mensupport anak dalam mengambil keputusan terhadap dirinya, menanamkan pada anakdidik akan arti keajekan dan bertanggungjawab dan berkomitmen atas pilihannya. Kalau menurut saya, sebenarnya yang terpenting bukan pilihannnya, namun kemampuan memilih kita dan pertanggungjawaban kita terhadap pilihan kita tersebut, yakni dengan cara berkomitmen pada pilihan tersebut.
Pendidikan karakter hendaknya dirumuskan dalam kurikulum, diterapkan metode pendidikan, dan dipraktekkan dalam pembelajaran. Selain itu, di lingkungan keluarga dan masyarakat sekitar juga sebaiknya diterapkan pola pendidikan karakter. Dengan begitu, generasi-generasi Indonesia nan unggul akan dilahirkan dari sistem pendidikan karakter.
Proses Pembentukan Karakter Kepada Anak
Suatu hari seorang anak laki-laki sedang memperhatikan sebuah kepompong, eh ternyata di dalamnya ada kupu-kupu yang sedang berjuang untuk melepaskan diri dari dalam kepompong. Kelihatannya begitu sulitnya, kemudian si anak laki-laki tersebut merasa kasihan pada kupu-kupu itu dan berpikir cara untuk membantu si kupu-kupu agar bisa keluar dengan mudah. Akhirnya si anak laki-laki tadi menemukan ide dan segera mengambil gunting dan membantu memotong kepompong agar kupu-kupu bisa segera keluar dr sana. Alangkah senang dan leganya si anak laki laki tersebut.Tetapi apa yang terjadi? Si kupu-kupu memang bisa keluar dari sana. Tetapi kupu-kupu tersebut tidak dapat terbang, hanya dapat merayap. Apa sebabnya?
Ternyata bagi seekor kupu-kupu yang sedang berjuang dari kepompongnya tersebut, yang mana pada saat dia mengerahkan seluruh tenaganya, ada suatu cairan didalam tubuhnya yang mengalir dengan kuat ke seluruh tubuhnya yang membuat sayapnya bisa mengembang sehingga ia dapat terbang, tetapi karena tidak ada lagi perjuangan tersebut maka sayapnya tidak dapat mengembang sehingga jadilah ia seekor kupu-kupu yang hanya dapat merayap. Itulah potret singkat tentang pembentukan karakter, akan terasa jelas dengan memahami contoh kupu-kupu tersebut. Seringkali orangtua dan guru, lupa akan hal ini. Bisa saja mereka tidak mau repot, atau kasihan pada anak. Kadangkala Good Intention atau niat baik kita belum tentu menghasilkan sesuatu yang baik. Sama seperti pada saat kita mengajar anak kita. Kadangkala kita sering membantu mereka karena kasihan atau rasa sayang, tapi sebenarnya malah membuat mereka tidak mandiri. Membuat potensi dalam dirinya tidak berkembang. Memandukan kreativitasnya, karena kita tidak tega melihat mereka mengalami kesulitan, yang sebenarnya jika mereka berhasil melewatinya justru menjadi kuat dan berkarakter.
Sama halnya bagi pembentukan karakter seorang anak, memang butuh waktu dan komitmen dari orangtua dan sekolah atau guru untuk mendidik anak menjadi pribadi yang berkarakter. Butuh upaya, waktu dan cinta dari lingkungan yang merupakan tempat dia bertumbuh, cinta disini jangan disalah artikan memanjakan. Jika kita taat dengan proses ini maka dampaknya bukan ke anak kita, kepada kitapun berdampak positif, paling tidak karakter sabar, toleransi, mampu memahami masalah dari sudut pandang yang berbeda, disiplin dan memiliki integritas terpancar di diri kita sebagai orangtua ataupun guru. Hebatnya, proses ini mengerjakan pekerjaan baik bagi orangtua, guru dan anak jika kita komitmen pada proses pembentukan karakter. Segala sesuatu butuh proses, mau jadi jelek pun butuh proses. Anak yang nakal itu juga anak yang disiplin.Dia disiplin untuk bersikap nakal. Dia tidak mau mandi tepat waktu, bangun pagi selalu telat, selalu konsisten untuk tidak mengerjakan tugas dan wajib tidak menggunakan seragam lengkap.
Karakter suatu bangsa merupakan aspek penting yang mempengaruhi pada perkembangan sosial-ekonomi. Kualitas karakter yang tinggi dari masyarakat tentunya akan menumbuhkan keinginan yang kuat untuk meningkatkan kualitas bangsa. Pengembangan karakter yang terbaik adalah jika dimulai sejak usia dini. Sebuah ungkapan yang dipercaya secara luas menyatakan “ jika kita gagal menjadi orang baik di usia dini, di usia dewasa kita akan menjadi orang yang bermasalah atau orang jahat”.
Thomas Lickona mengatakan “ seorang anak hanyalah wadah di mana seorang dewasa yang bertanggung jawab dapat diciptakan”. Karenanya, mempersiapkan anak adalah sebuah strategi investasi manusia yang sangat tepat. Sebuah ungkapan terkenal mengungkapkan “Anak-anak berjumlah hanya sekitar 25% dari total populasi, tapi menentukan 100% dari masa depan”. Sudah terbukti bahwa periode yang paling efektif untuk membentuk karakter anak adalah sebelum usia 10 tahun. Diharapkan pembentukan karakter pada periode ini akan memiliki dampak yang akan bertahan lama terhadap pembentukan moral anak.
Efek berkelanjutan (multilier effect) dari pembentukan karakter positif anak akan dapat terlihat, seperti yang digambarkan oleh Jan Wallander, “Kemampuan sosial dan emosi pada masa anak-anak akan mengurangi perilaku yang beresiko, seperti konsumsi alkohol yang merupakan salah satu penyebab utama masalah kesehatan sepanjang masa; perkembangan emosi dan sosial pada anak-anak juga dapat meningkatkan kesehatan manusia selama hidupnya, misalnya reaksi terhadap tekanan yang akan berdampak langsung pada proses penyakit; kemampuan emosi dan sosial yang tinggi pada orang dewasa yang memiliki penyakit dapat membantu meningkatkan perkembangan fisiknya.”
Sangatlah wajar jika kita mengharapkan keluarga sebagai pelaku utama dalam mendidik dasar–dasar moral pada anak. Akan tetapi banyak anak, terutama anak-anak yang tinggal di daerah miskin, tidak memperoleh pendidikan moral dari orang tua mereka.
Kondisi sosial-ekonomi yang rendah berkaitan dengan berbagai permasalahan, seperti kemiskinan, pengangguran, tingkat pendidikan rendah, kehidupan bersosial yang rendah, biasanya berkaitan juga dengan tingkat stres yang tinggi dan lebih jauh lagi berpengaruh terhadap pola asuhnya. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa anak-anak yang tinggal di daerah miskin 11 kali lebih tinggi dalam menerima perilaku negatif (seperti kekerasan fisik dan mental, dan ditelantarkan) daripada anak-anak dari keluarga yang berpendapatan lebih tinggi.
Banyak hasil studi menunjukkan bahwa anak-anak yang telah mendapat pendidikan pra-sekolah mempunyai kemampuan yang lebih tinggi daripada anak-anak yang tidak masuk ke TK, terutama dalam kemampuan akademik, kreativitas, inisiatif, motivasi, dan kemampuan sosialnya. Anak-anak yang tidak mampu masuk ke TK umumnya akan mendaftar ke SD dalam usia sangat muda, yaitu 5 tahun. Hal ini akan membahayakan, karena mereka belum siap secara mental dan psikologis, sehingga dapat membuat mereka merasa tidak mampu, rendah diri, dan dapat membunuh kecintaan mereka untuk belajar. Dengan demikian sebuah program penanganan masalah ini dibutuhkan untuk mempersiapkan anak dengan berbagai pengalaman penting dalam pendidikan prasekolah. Adalah hal yang sangat penting untuk menggerakkan masyarakat di daerah miskin untuk mulai memasukkan anaknya ke prasekolah dan mengembangkan lingkungan bersahabat dengan TK lainnya untuk bersama-sama melakukan pendidikan karakter.
Dorothy Law Nolte pernah menyatakan bahwa anak belajar dari kehidupan lingkungannya. Lengkapnya adalah :
- Jika anak dibesarkan dengan celaan, ia belajar memaki
- Jika anak dibesarkan dengan permusuhan, ia belajar berkelahi
- Jika anak dibesarkan dengan cemoohan, ia belajar rendah diri
- Jika anak dibesarkan dengan penghinaan, ia belajar menyeasali diri
- Jika anak dibesarkan dengan toleransi, ia belajar menahan diri
- Jika anak dibesarkan dengan pujian, ia belajar menghargai
- Jika anak dibesarkan dengan sebaik-baik perlakuan, ia belajar keadilan
- Jika anak dibesarkan dengan rasa aman, ia belajar menaruh kepercayaan
- Jika anak dibesarkan dengan dukungan, ia belajar menyenangi diri
- Jika anak dibesarkan dengan kasih sayang dan persahabatan, ia belajar menemukan cinta dalam kehidupan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar